Pages

Tuesday, November 6, 2012

Sejarah Sistem Operasi Linux

Pada tahun 1991 seorang hacker handal berkebangsaan Finlandia yang bernama Linus Benedict Torvalds mengembangkan sebuah sistem UNIX yang bias diimplementasikan di komputer setingkat PC yang dikenal dengan nama Linux dengan tujuan memasyarakatkan UNIX. Linux adalah open source OS berlesensi GPL (GNU-General
Public Lisence) yang mana pendistribusian dan pengembangannya bias dilakukan secara bebas dengan mengikutkan kode program asal sebagai turunannya. Dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, maka OS seperti Linux, FreeBSD, dan lain-lain merupakan suatu alternatif yang tepat untuk digunakan. Ia menyediakan sistem operasi secara cuma-cuma melalui Internet dan ia tak mengira akan menimbulkan "keributan".

Dulu pemakai masih membutuhkan sebuah sistem operasi lainnya (Minix) untuk dapat menggunakan Linux. Pada tahun 1992, terjadi diskusi menarik yang terkenal dengan tema "Linux is
obsolete" antara Andy Tanenbaum, seorang profesor ilmu komputer di Free University of Amsterdamp, yang juga merupakan pembuat utama sistem operasi Minix, dengan Linus Trovalds tentang kernel monolithic dan microkernel.

Sebenarnya Linux hanya merupakan sebuah kernel dari sebuah sistem PC-UNIX yang mengatur semua program-program baik aplikasi maupun aksesori yang mengikutinya. Kernel adalah sebuah program yang mengatur kontrol bermacam-macam hardware atau distribusi file-file yang diperlukan. Dengan demikian kernel bisa juga dianggap sebagai "jantung"-nya operating sistem.

Linux bekerja dengan sebuah kernel monolithic. Sebuah kelompok kerja di Dresden melakukan percobaan implementasi microkernel yang dinamakan proyek "Fiasco". Jika dibandingkan dengan MS-Windows9x, maka kernel identik dengan file-file .DLL yang berada dalam direktoris system. Untuk menghubungkan kernel dengan user, maka diperlukan beberapa program interface-nya. Program-program tersebut antara lain adalah: Network tool, User command, X-Window, dan lain-lain. Namun, di dalam MS-Windows9x kernel tersebut terenkripsi sehingga bukan merupakan open source seperti Linux dan juga bukan merupakan operating system yang berlisensi GPL.

Linus Trovald sendiri tak pernah meragukan bahwa Linux akan memantapkan sebagai dirinya sebagai sistem operasi server. Kenyataan membuktikan bahwa para pengguna web server lebih memilih turunan Unix yang gratis ini. Di level perusahaan, penggunaan Linux sebagai firewall atau web server meningkat secara drastis. Salah satu alasannya adalah tingkat kestabilannya yang sangat baik. Server Linux biasanya dapat difungsikan ratusan hari tanpa booting atau uptime. Bila dihentikan, biasanya karena adanya pemasangan komponen hardware baru atau mengupdate kernel.

Oleh karenanya Linux sangat cocok sebagai sistem operasi untuk server. Selain itu juga sangat murah. Selain murah, distribusi Linux juga dapat digunakan pada beberapa server sekaligus tanpa melanggar aturan lisensi. Kecuali program database komersial, program server untuk Linux juga tersedia gratis. Contoh : Samba untuk file
server, Apache untuk web-server, dst. Tidak ada pembatasan jumlah pengguna (client) oleh lisensi, baik pada Linux maupun program server. Persyaratan tekhnis dapat diatasi dengan penggunaan hardware yang lebih baik.

Tanpa dukungan para produsen hardware dan software, sistem operasi apapun tidak akan bisa berkembang, termasuk Linux. Tetapi perusahaan software terkemuka telah membuat aplikasi untuk Linux, sebut saja Oracle, Informix, Sybase, IBM, Inprise (dulu Borland) dan Software AG.

No comments:

Post a Comment